Pages

Tuesday, 30 December 2014

perkawinan dalam islam

PERKAWINAN DALAM ISLAM


A. Perkawinan dalam Islam
a. Pengertian Perkawinan
            Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti bergaul, bercampur, menghimpun, atau mengumpulkan. Dalam arti fikih nikah (kawin) adalah akad yang menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan dalam ikatan suami istri. Tujuan perkawinan dalam islam adalah membentuk keluarga yang rukun, damai, serta penuh kasih sayang untuk mendapat keturunan yang sah.
            Perkawinan merupakan suatu akad yang mengandung beberapa hukum dan syarat hukum nikah. keabsahan hokum nikah dibutuhkan empat hal, yaitu sigat, wali, dua orang saksi, dan mahar.
1) Sigat Akad Nikah
            Sigat akad nikah adalah ucapan calon suami atau wakilnya pada saat akad nikah, “Nikahkan aku dengan anak putrimu yang bernama si Fulanah,” dan ucapan wali,”Aku nikahkan engkau dengan anak putriku yang bernama si Fulanah,” Serta ucapan calon suami,”Aku terima pernikahan anak putrimu denganku.”
2) Wali
            Wali adalah ayah kandung perempuan, penerima wasiat, kerabat terdekatdan seterusnya sesuai dengan urutan dari ahli waris perempuan tersebut, orang bijak dari keluarga perempuan, atau pemimpin setempat.
3) Dua Orang Saksi
                Maksud dua orang saksi adalah akad nikah harus dihadiri dua orang saksi atau lebih dari laki-laki yang adil dari kaum muslimin. Allah berfirman dalam surah At-Thalaq Ayat 2

#sŒÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& £`èdqä3Å¡øBr'sù >$rã÷èyJÎ/ ÷rr& £`èdqè%Í$sù 7$rã÷èyJÎ/ (#rßÍkô­r&ur ôursŒ 5Aôtã óOä3ZÏiB (#qßJŠÏ%r&ur noy»yg¤±9$# ¬! 4 öNà6Ï9ºsŒ àátãqム¾ÏmÎ/ `tB tb%x. ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 `tBur È,­Gtƒ ©!$# @yèøgs ¼ã&©! %[`tøƒxC ÇËÈ  
Artinya:
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. (QS: At-Thalaq ayat 2).


4) Mahar
            Mahar adalah pemberian sesuatu dari calon suami kepada calon istri pada saat akad nikah. Hukum mahar adalah wajib berdasarkan firman Allah SWT dalm surah an-Nisa ayat 4.

(#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%ß|¹ \'s#øtÏU 4 bÎ*sù tû÷ùÏÛ öNä3s9 `tã &äóÓx« çm÷ZÏiB $T¡øÿtR çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿƒÍ£D ÇÍÈ  
Artinya:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

b. Dasar Hukum Pernikahan
            Dasar hukum disyariatkan nikah adalh firman Allah swt. dalm surah ar-Rum ayat 21.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya :
“Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Rum 21)

2. Pengertian dan Hukum Khitbah
            Meminang (khitbah) adalah menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seorang yang dipercaya. Dilarang meminang seseorang selagi dalam pinangan orang lain atau meminang idah raj’iyah. Maksudnya, janda yang masih berstatus sebagai istri bagi laki-laki yang menceraikannya karena masih ada usaha untuk mempersatukannya kembali. Bagi janda yang belum habis masa idah, meminangnya cukup dengan sindiran saja.

3. Hukum Melihat Perempuan yang Akan Dinikahi
            Hukum melihat adalah dibolehkan, sepanjang tidak melanggar ketentuan syarak. Kebolehan melihat perempuan sebatas telapak tangan tangan atau wajah. Melihat perempuan haram hukumnya apabila dimaksudkan untuk berbuat yang negative terhadap perempuan.
            Dalam hal meminang, melihat perempuan adalah dibolehkan, baik oleh dirinya sendiri maupun mewakilkan kepada orang lain. Kebolehan itu untuk menghindari sesuatu yang cacat diantara keduanya yang berakibat putusnya pernikahan setelah peminangan.

4. Mahram Nikah
            Setiap pria boleh menikah kepada semua perempuan, kecuali ada larangan atau ketentuan syarak yang tidak membolehkannya. mahram nikah adalah larangan menikah bagi laki-laki kepada perempuan-perempuan yang secara syarak terlarang untuk dinikahi.
            Seorang perempuan haram dinikahi karena tiga hal, yaitu hubungan kerabat, sesusuan, dan pernikahan.
a. Perempuan yang haram dinikahi karena hubungan kerabat, ada tujuh orang, sebagaimana dijelaskan dalam surah an-Nisa ayat 23

b. haramnya perempuan dinikah karena sesusuan. Akibatnya, diharamkan menikah dengan dua orang perempuan, yaitu ibu yang disusui dan saudara perempuan yang sama-sama menyusu. Hal tersebut dijelaskan dalam surah an-Nisa ayat 23

c. Haram dinikahi karena hubungan pernikahan. Keharaman yang disebabkan oleh hubungan pernikahan ini berlaku untuk selama-lamanya. Ada empat orang yang termasuk didalamnya.
1) Ibunya istri (ibu mertua) yang disebabkan olah akad nikah.
2) Anak perempuan istri (anak tiri perempuan), baik dari jalur luar nasab maupun jalur susuan.
3) Istri bapak, begitu pula istri kakek baik dari jalur ayah maupun ibu, baik dari jalur nasab maupun susuan.
4) Istrinya anak-anak atau anaknya anak laki-laki, demikian seterusnya kebawah.

5. Hikmah Pernikahan
            Diantara hikmah pernikahan adalah membentuk keteladanan bermasyarakat. Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan bukan saja merupakan jalan untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dan satu kaum yang lain beda jenis. Pernikahan akan menjadi jalan untuk memperluas kerabat dan keluarga untuk memberi banyak pertolongan antara satu dan lainnya.

B. Ketentuan Pokok Perkawinan dalam Islam
1. Syarat wali dan Saksi nikah
            Wali dan saksi merupakan syarat sah pernikahan. Oleh karena itu tidak semua orang berhak menjadi wali dak saksi, tetapi hendaklah orang-orang yang memiliki beberapa sifat berikut:
a. Islam.
b. Balig (sudah berumur sedikitnya 15 tahun)
c. Berakal
d. Merdeka. Seorang hamba sahaya tidak boleh menjadi saksi atau wali
e. Laki-laki
f. Adil

2. Macam-Macam Wali
a. Wali Gaib
            Sebaiknya perempuan yang akan dinikahkan dihadiri walinya, sejauh wali tersebut dapat datang ketempat akad pernikahan. Disunahkan wali dari yang dekat dengan nasab keturunannya atau didahulukan dari kerabat jauh. Apabila wali yang dekat itu gaib, perempuan yang akan menikah itu boleh dinikahkan oleh hakim karena wali yang gaib itu masih tetap wali, belum berpindah kepada wali yang lebih jauh hubungannya.
b. Wali Hakim
            Wali hakim (menurut hadis) adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali. Wewenang wali berpindah ketangan hakim apabila ada pertentangan diantara wali-wali dan bilamana walinya tidak ada dalam pengertian ada yang mati atau hilang atau karena gaib.

3. Syarat Ijab Kabul
            Ijab dan Kabul dalam pernikahan adalah rukun yang harus dipenuhi saat akad pernikahan. Dalam kompilasi hukum islam, diterangkan bahwa ijab dan Kabul harus jelas dan beruntun, tidak berselang waktu.
            Mengenai pelaksanaan ijab Kabul, ulama Syafi’I memberikan beberapa ketentuan yang terhimpun dalam syarat sah sigat akad nikah, yaitu:
a. antara ijab dan kabul tidak tersisipi kata-kata yang bukan termasuk akad;
b. antara ijab dan kabul tidak tersisipi sikap diam yang cukup lama;
c. antara ijab dan kabul menunjukkan pengertian yang dipahami bersama;
d. tidak menggantungkan pada sesuatu;
e. tidak dibatas waktu;
f. tidak ada perubahan kata yang menunjukkan keragu-raguan, ketidakpastian terjadinya pernikahan;
g. diucapkan sehingga didengar oleh orang yang berada dibelakang;
h. sampai dengan ijab kabul selesai keduanya harus tetap dalam keadaan layak secara hukum.
            Ketentuan mengenai ijab dan perkawinan adalah harus dengan kalimat nakaha atau zawwaja (boleh dalam bahasa daerah), pernyataan tersebut keluar dari wali atau wakilnya, tidak dibatas waktu, tidak dengan kata-kata sindiran, dan tidak dengan ta’liq (gantung waktu).
            Ketentuan Kabul dalam pernikahan, adalah jangan ada perantara waktu dengan ijab, sesuai dengan ijab, dari calon family laki-laki atau wakilnya, tidak dengan taklid, harus diterangkan nama calon istri, tidak dibatas waktu, dan tidak dengan kalimat sindiran.

4. Hukum dan Macam-Macam Mahar
            Mahar dikenal dengan istilah maskawin atau pemberian seorang laki-laki kepada perempuan yang dinikahi disaat akad nikah berlangsung, sejumlah benda atau barang tertentu sesuai dengan kemampuan suami (laki-laki). Allah swt. berfirman dalam surah an-Nisa ayat 4.

            Memberikan mahar bagi laki-laki kepada perempuan yang dinikahi adalah wajib, tetapi tidak menjadi rukun nikah. Apabila mahar tidak disebutkan pada waktu akad nikah, pernikahan itu tetap sah.
            Banyaknya jumlah mahar tidak ditentukan dengan jelas atau dibatasi oleh syariat islam, melainkan menurut kemampuan suami beserta keridaan istri. Meskipun tidak dibatasi waktu dan jumlah besar atau kecilnya, mahar tetap harus dibayar dan menjadi utang jika tidak dibayar setelah diucapkan.

5. Ukuran Pemberian Mahar
            Sesuai dengan syariat islam, manusia tidak boleh berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta miliknya. Ketentuan tersebut berlaku juga kepada laki-laki yang akan melangsungkan pernikahan, yakni tidak diperbolehkan berlebihan dalam memberikan mahar (maskawin). Allah swt. berfirman dalam surah al A’raf ayat 31.

            Berdasarkan firman Allah swt. diatas, disimpulakn bahwa dalam memberikan mahar tidak ada ketentuan yang jelas ukurannya, melainkan wajib dipenuhi apabila telah terucap dan menjadi utang bagi suaminya. Oleh sebab itu, mahar cukup sebatas kemampuan, tidak memaksakan diri untuk memberikan sesuatu yang berlebihan atau diluar batas kemampuannya.

6. Hukum Walimah
            Kata walimah biasa berlaku untuk acara kegembiraan karena perkawinan atau disebut walimah pernikahan. Walimah dalam hukum islam, terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Ada yang berpendapat walimah itu wajib. Ada sebagian yang mengatakan bahwa walimah itu boleh-boleh saja dan seandainya tidak pun boleh. Artinya, jika dilaksanakan akan sangat baik dan jika tidak dilaksanakan tidak dosa baginya.

7. Syarat Wajib Menghadiri Walimah
            Menghadiri acara walimah jika diundang adalah wajib berdasarkan ketentuan hadis rosulullah saw, yang artinya”Barang siapa yang diundang walimah, hendaklah ia datang” (H.R. al-Bukhari dari Abdullah bin Umar: 4775dan muslim: 2574)

8. Hikmah Walimah
a. Membangun kebersamaan dan keakraban
b. Wujud syukur kepada Allah swt
c. I’lan terhadap tetangga dan kerabat

C. Hak dan Kewajiban Suami Istri menurut Perundang- undangan di Indonesia
            Setelah ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan terjadi, masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Hak adalah yang seharusnya diperolah, sedangkan kewajiban merupakan  suatu yang seharusnya dilaksanakan. Hak dan kewajiban tersebut adalah sebagai berikut.

1. Ketentuan Umum
            Dalam Bab XII Pasal 77 dan 78 Kompilasi Hukum Islam disebut ketentuan umum hak dan kewajiban suami istri sebagai berikut.
a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinahmawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
b. Suami istri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan dan pendidikannya.
d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
e. Jika suami istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
f. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
g. Rumah kediaman yang dimaksud (diatas) ditemtukan oleh suami istri bersama.

2. Kewajiban Suami
            Seorang suami dalam rumah tangga berkewajiban untuk memberikan memberi bimbingan kepada istri dan rumah tangganya, memberikan perlindungan, serta memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
            Sesuai dengan kemampuannya, suami menanggung tiga hal utama. Ketiga hal tersebut dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam, meliputi:
a. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi istri dan anak;
c. Biaya pendidikan bagi anak.

3. Kewajiban Suami dalam Penyediaan Tempat
            Menjadi kewajiban bagi suami untuk menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya. Ketentuan Pasal 81 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan sebagai berikut.
a. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istri yang masih dalam idah.
b. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan perkawinan atau dalam idah talak atau idah wafat.
c. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain sehingga mereka bisa aman dan tentram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan, sebagai tempat menata, dan mengatur alat-alat rumah tangga.
d. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuan serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.

4. Kewajiban Istri

No comments:

Post a Comment