I PENDAHULUAN
Sebagaimana juga
Negara-negara lain yang mempunyai sejarah panjang, prancis memiliki system
pendidikan yang sudah sangat melembaga dan selalu berupaya melakukan reformasi.
Sejarah mencatat kenapa Prancis sangat bersifat sentralistis dan birokratis
dalam bentuk pemerintahan termasuk system pendidikannya.prancis adalah sebuah
Negara yang luas di benua Eropa sesudah Rusia (Rusia sebelum terpecah-pecah).
Dunia sepertinya
telah membangunkan raksasa tidur (sleeping gian) kata J.C. Eicher (1995)
karena, pertama, pembukaan sekolah menengah dan universitas bagi siswa-siswa
baru, yang mayoritas berasal dari kelompok social yang dulunya tidak pernah
dapat tempat. Kedua, karena adanya reformasi yang terus menerus yang selama ini
tidak pernah bias diterima dengan senang hati oleh pihak-pihak penguasa.
Struktur besar dan
yang kaku ini, sekarang menghadapi tantangan untuk dapat di jadiakn system
pendidikan yang permanen, yang sampai saat ini masih belum dapat terpenuhi
dengan baik. Namun demikian, oleh karena banyak program-program pendidikan yang
cukup meyakinkan yang dikembang semenjak awal 80-an, langkah ini perlu di
lanjutkan supaya pendidikan Prancis benar-benar mampu berperan dalam perubahan
social dan ekonomi.
II PEMBAHASAN
A.
Sistem Pendidikan
Administrasi system pendidikan Prancis dewasa ini masih
berlandaskan susunan yang telah diciptakan oleh Napoleon. Administrasi di atur
oleh beberapa orang menteri. Menteri Pendidikan Nasional mengatur semua sekolah
umum dan swasta. Adapula Menteri Pemuda dan Olah Raga serta Menteri Kebudayaan.
Adapula yang menyelanggarakan lembaga pendidikan sendiri, seperti Ecole
Polytechnique (Sekolah Politeknik), Ecole de Mines (Sekolah Pertambangan).[1]
Semenjak zaman Napoleon, Perancis merupakan Negara yang sangat
tersentralisasi. Sitem pendidikan, yang diwarisi oleh seorang “grand master”
di zaman Napoleon, baru bdimulai pertengahan abad ke-19 di bawah wewenang
sebuah kementrian. Kementrian pendidikan yang ada saat ini mengawasi pendidikan
formal di semua tingkat: persekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah
pertama dan atas serta pendidikan tinggi. Terdapat beberapa pengecualian.
Kementrian Pertanian mengawasi dan menyelenggarakan pendidikan menengah atas,
dan beberapa sekolah tinggi bidang agronomi. Kementrian Angkatan Bersenjata
memiliki juga beberapa sekolah menengah atas dan sekolah perwira. Beberapa
kementrian lainnya menyelenggarakan pula beberapa sekolah keinsinyuran atau
sekolah keadministrasian dan langsung berada di bawah pengawasan mereka.
Sekolah kejuruan sebagian diselenggarakan dan dikontrol oleh perusahaan atau
badan yang dibentuk sendiri oleh perusahaan.[2]
Pendidikan menengah terbagi atas dua jalur yaitu :
1.
Jalur panjang (long stream)
Jalur panjang diarahkan pada baccalaureat
dan pendidikan tinggi dan jalur ini terbagi pula atas dua bagian : pendidikan
menengah umum, dan pendidikan menengah kejuruan. Sekolah swasta menampung siswa
level ini kurang lebih 25%.
2.
Jalur Pendek
Adalah murni pendidikan teknik yang diarahkan untuk
mendapatkan Certificat Aptitude Professionelle (CAP) dalam rentan waktu dua
tahun.Sekitar 30% siswa pada setiap dua tahun ajaran terdaftar pada jalur ini.[3]
Di dalam system pendidikan yang baru ini, semua sekolah
pemerintah bersikap netral terhadap agama. pendidikan agama menjadi tanggung
jawab orang tua murid dan gereja. Untuk memaber kesempatan kepada anak-anak
mendapat pelajaran agama di luar sekolah, semua sekolah dasar diliburkan pada
ahari kamis dan hari minggu.[4]
Pendidikan di
Perancis berada di bawah tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional. System
pendidikan sentralistis, yaitu sekolah di kelola oleh Pemerintah Pusat. Sejak
zaman Pemerintahan presiden De Gaulle (1958) diadakan tingkatan Pengelolaan
pendidikan atau administrasi pendidikan, yaitu :
1. Tingkat pertama adalah tingkat legislative dan penasehat pusat.
2. Tingkat kedua adalah tingkat administrasi dan pelaksana pusat.
3. Tingkat kedua adalah tingkat administrasi dan pelaksana
setempat.
B.
Tujuan Pendidikannya
Pada awal republik ketiga berdiri, rasa kesatuan dalam masyarakat
Perancis masih sangat tipis, yang ada saat itu masih perasaan pertentangan yang
sangat dalam antara pihak-pihak yang tidak menerima Revolusi Perancis dan yang
menerima dan berjuang untuk itu. Dalam bidang pendidikan, kedua kelompok yang
bertikai ini mengirim anak-anak mereka kesekolah yang berbeda: sekolah-sekolah
agama swasta di satu pihak, dan sekolah negeri dipihak lain.
Tugas utama yang paling mendesak bagi pemerintah rezim baru ialah
menciptakan kesatuan nasional. Oleh karena itu belum memmungkinkan untuk
mencocokan kedua pihak yang berbeda falsafah itu, maka satu-satunya jalan yang
harus dilakukan terlebih dahulu ialah meningkatkan nasionalisme. Upaya
meningkatkan nasionalisme ini dilakukan melalui sekolah dengan mempromosikan
buku-buku teks yang seragam yang isinya antara lain menekankan perlunya
melanjutkan Negara perancis yang sudah ada semenjak rezim lama (kerajaan) dan
pembentukan system baru bersifat sentralistis yang ketat.
Terdapat dua jenis pendidikan yang paralel: sekolah umum
pemerintah, dan sekolah-sekolah menengah kecil yang disebut “lycees”.
Yang terakhir ini sering menampung murid-murid
yang berasal dari kelas menengah borjuis, yang selalu keberatan mengirim
anak-anaknya kesekolah yang sama bersama anak-anak rakyat biasa. Tujuan khusus lycees
adalah untuk mendidik kelompok elit, dan melakukan pengajaran bahasa Yunani
bahasa Latin karena mata pelajaran ini dianggap sangat berharga dalam
pembentukan pikiran.[5]
C.
Kurikulum Pendidikan di Negara Perancis
Oleh karena system pendidikan di Perancis bersifat sentralistis,
maka pengembangan kurikulum sekolah diatur oleh sebuah komisi nasional
beranggotakan terutama anggota korp inspektur jendral. Cakupan kurikulum
bersifat nasional dan sedikit sekali peluang yang diberikan untuk muatan local
daerah.
Berbeda halnya dengan pendidikan tinggi yang lebih bersifat
independen, walaupun universitas harus mengikuti program umum nasional agar
terdapat keseragaman system pemberian gelar secara nasional. Sehubungan dengan
otonomi perguruan tinggi, banyak yang menilai telah terjadi penyimpangan baik
dalam hal hakikat maupun isi pengajaran. Sebaiknya, di tingkat pendidikan yang
lebih rendah, diminta atau indepedensi yang lebih besar.[6]
Kurikulum pendidikan tingkat rendah terdiri dari bahasa Perancis,
membaca, menulis, berhitung, sejarah, ilmu bumi (khusus Perancis dan
Negara-negara jajahan), akhlak, kewarganegaraan, dasar-dasar ilmu pasti dan
alam, menggambar, pekerjaan tangan, bernyanyi dan gerak badan. Murid-murid yang
hendak melanjutkan sekolah menengah, harus lulus ujian masuk kelas enam,
terutama bagi mereka yang mempunyai nilai ujian cukup. Kalau nilainya baik,
maka mereka dapat masuk dan diterima secara otomatis di tahun pertama (classes
de sixieme). Yang menarik untuk dipelajari adalah tingkat kelas dimulai dari
angka yang tertinggi kemudian menurun. Jadi sekolah dasar enam tahun, dan kelas
diatur sebagai berikut:
1. Kelas enam = kelas satu di Indonesia.
2. Kelas lima = kelas dua di Indonesia.
3. Kelas empat = kelas tiga di Indonesia.
4. Kelas tiga = kelas empat di Indonesia.
5. Kelas dua = kelas lima di Indonesia.
6. Kelas satu = kelas enam di Indonesia.[7]
D.
Kondisi Pendidikkan di Negara Perancir
Guru-guru untuk Lycees bergelar “professeur” dan mereka
mendapat pendidikannya di perguruan tinggi dan ketika tamat diberi ijazah guru
sekolah menengah (“Certificat d’aptitude au professorat de I’einseignement
Public du Second Degre” – CA-PES). Universitas yang didirikan dalam tiap
academie tidak sama besarnya, Di Sorbonne, Paris Mahasiswanya lebih banyak dari
pada semua mahasiswa universitas academie lain-lain. Perombakan pendidikan
tahun 1959 membawa perubahan juga dalam dunia pendidikan tinggi. Sekarang
pendidikan tinggi dibagi dalam 3 “cycle” yaitu:
“cycle” pertama mengenai “science” terdiri dari 4 jurusan yang
dapat dipilih oleh mahasiswa. Kalau lulus ujian pada “cycle” ini mahasiswa
mendapat ijazah D.U.E.S. dan diberi kesempatan memilih pindah ke institute lain
atau akan terus belajar di unuversitas yang sama. “cycle”pertama mengenai
kesenian mempunyai 5 jurusan untuk mahasiswa yang tidak ingin menjadi guru.
Yang lulus ujian akhir mendapat ijazah D.U.E.L.
“Cycle” kedua ditujukan untuk menghasilkan para peneliti dengan
gelar “maitreise” bagian “science” terdiri dari 12 jurusan.mahasiswa harus
mendapat 4 ijazah selama “cycle” ini 2 ijazah setiap tahun dan dibidang
kesenian 2 ijazah. Mahasiswa harus membuat thesis untuk mendapat gelar
“inaitrise”. Pada akhir tahun ketiga diberi ijazah “license” yang menghendaki
penghususan dalam satu mata pelajaran disekolah. Ijazah untuk menjadi guru
Lycle diperoleh setelah menanamatkan IPES “Institut de Preparation aux
Enseignenments du Second Degree” dan menempuh ujian Negara yang diadakan tiap
tahun dan bersifat kompetitif dan seleftif dengan guru “professeurs agrege”.
Pada akhir “cycle” ke tiga mahasiswa yang lulus mendapat gel;ar “Doctor”.[8]
E.
Isu-isu Pendidikan di Perancis
Di Perancis, sebagaiamana juga pada Negara-negara lain, pendidikan
selalu di anggap dalam krisis. Kekakuan yang disebabkan oleh system
sentralisasi serta sifat birokrasi system pendidikan ysng ada membuat sulitnya
penyesuaian terhadap keadaan-keadaan baru. Pada tingkat pendidikan dasar,
status yang rendah dan gajih yang masih kecil yang diberikan kepada guru
melemahkan semangat para pemuda tperbaik untuk memasuki lapangan kerja
pendidikan.
Akibatnya, guru wanita sangat besar jumahnya, tidak seimbang dengan
jumlah guru pria. Setatus pegawai negeri yang begitu kuat serta perlindungan yang
baik dari organisasi mereka, tidak cukup memotivasi guru-guru untuk bekerja
lebih baik dan membuat perubahan-perubahan baik dalam metode mengajar maupun
kurikulum. Sebaliknya, reformasi yang begitu sering diputuskan di paris tanpa
ada tindak lanjut dan dampaknya makin melemahkan semangat guru.
Ditingkat pendidikan menengah, hirarki yang begitu berbelit antara
berbagai jalur pendidikan sering menimbulkan friksi. Pendidikan teknik telah
begitu lama terabaikan dan dipandang sebagai kurang berguna, sehingga para
generasi muda Perancis hamper tidak ada yang memasukinya secara sukarela.
Akibatnya, mutu akademik siswa rendah dibawah rata-rata. Bahaya besar untuk
masa-masa mendatang di Perancis adalah makin banyaknya generasi muda yang tidak
bersekolah, tidak punya diploma sehingga hampir tidak mungkin bagi mereka menghadapi dunia luar
yang selalu berubah dengan cepat, terutama bidang komunikasi.
Ditingkat pendidikan tinggi, pemisahan antara system terbuka (open)
dan system tertutup (closed) bias menjadi semakin melebar, yang pertama
tidak menghasilkan sertifikasi yang berharga, dan yang kedua semakin elits.
Universitas harus lebih membuka diri terhadap dunia luar dan menyusun
program-program serta metodologinya demikian rupa sehingga mampu melaksanakan
misinya sebagai penyedia pendidikan sepanjang hayat.
Pada kenyataannya reformasi pendidikan sudah berjalan di Perancis
semenjak tahun 1980-an dengan memperbaiki struktur yang ada, bukan reformasi
secara radikal. Sasaran reformasi ialah menciptakan keadaan agar generasi muda Perancis
dapat mencapai pendidikanya ketingkat baccalaureat pada tahun 2000 dan
semua murid sekurang-kurangnya memiliki kemampuan profesiona. Untuk itu, system
atau struktur pendidikan prasekolah dan pendidikan dasar dikelompokan menjadi
tiga siklus, tidak lagi terbagi dalam enam bagian. Dengan demikian, anak-anak
dapat mengikutinya lebih mudah. Dengan system tingkat siklus ini dapat
dihindari pengulangan-pengulangan yang tidak perlu.
Di tingkat pendidikan tinggi, diusahakan agar jumlah dropout dapat
dikurangi dengan meninjau kembali pengorganisasian perkuliahan padatahun
pertama. Disamping itu, diupayakan pula agar perkuliahan lebih bersifat
professional. Melihat varah perkembangan pendidikan di Perancis yang cenderung
meningkatnya jumlah siswa pada tingkat pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi, maka peningkatan rekrutmen dan perbaikan kualifikasi personil menjadi
perhatian khusus, di samping itu, harus pula diantisipasi kecendrungan
timbulnya masalah multikultual dalam populasi sekolah.[9]
III KESIMPULAN
Negara perancis
sebagaimana kita kenal saat ini melalui liku sejarah yang panjang dan mengukir
buku-buku sejarah dengan berbagai peristiwa besar. Salah satu masalah yang
cukup berat dan sudah lama berlangsung di Perancis adalah rendahnya motivasi
guru dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini terutama disebabkan oleh skala
penggajian guru dibandingkan penggajian aparat pemerintah Perancis lainnya
sangat tidak seimbang. Keadaan ini berdampak sangat jauh. Keadaan ini tidak
hanya berdampak kurang lancarnya pelaksanaan pendidikan sehingga kualitas
pendidikan sangat menurun, tetapi generasi muda tidak tertarik memasuki
lapangan kerja pendidikan.
Sesungguhnya, reformasi pendidikan telah sering dilakukan di
Perancis dan telah banyak keputusan yang dibuat oleh pemerintah berupa
pembaharuan. Akan tetapi keputusan itu tidak di tindaklanjuti, sehingga
nmotivasi dan semangat para pendidik makin menurun. Untuk itu perlu di evaluasi
kemabali system pendidikan yang berjalan di Negara Perancis agar tujuan
pendidikannya dapat tercapai secara maksimal.
IV KOMENTAR
Jika berbicara
mengenai Negara Perancis, Perancis merupakan Negara yang maju dibidang pendidikannya, karna
mereka meliki sumberdaya manusianya yang bermutu di dalam pendidikan. Dibalik
semua kemajuan pendidikan di Negara Perancis masih ada kekurangan-kekurangan dalam system pendidikannya yakni maslah gaji
seorang tenaga pendidik, dimana di
Prancis gaji bagi seorang tenaga pendidik masih minim, dengan masalah minimnya
gaji seorang tenaga pendidik membuat para pemuda di sana enggan untuk terjun di
dalam lapangan kerja pendidikan. oleh karena kurang berminatnya para pemuda untuk menjadi tenaga pendidik sehingga tenaga pendidik
disana di dominasi oleh wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiar
Syah Nur, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk
Agung Bandung 2001).
Muh
Said, Pendidikan Abad Keduapuluh dengan Latar Belakang Kebudayaannya, (Jakarta:
Mutiara 1981).
[1] Muh Said, Pendidikan
Abad Keduapuluh dengan Latar Belakang Kebudayaannya, (Jakarta: Mutiara
1981), hlm. 152
[2]Agustiar Syah
Nur, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung
Bandung 2001), hlm. 250
[3] http://www.scribd.com/doc/79926640/Sistem-Pendidikan-Prancis
[4]
Muh Said, Op.
Cit,, hlm. 156
[5]
Agustiar Syah
Nur, Op. Cit., hlm. 245-246
[6] Ibid, hlm.
253-254
[7]
http://ruzirahmawati.blogspot.com/2011/12/pendidikan-di-negara-negara-eropa.html
[8] Muh Said, Op.
Cit,, hlm. 162
[9] Agustiar Syah
Nur, Op. Cit., hlm. 255-256
No comments:
Post a Comment