Pages

Tuesday 30 December 2014

perbandingan pendidikan di perancis



I PENDAHULUAN
            Sebagaimana juga Negara-negara lain yang mempunyai sejarah panjang, prancis memiliki system pendidikan yang sudah sangat melembaga dan selalu berupaya melakukan reformasi. Sejarah mencatat kenapa Prancis sangat bersifat sentralistis dan birokratis dalam bentuk pemerintahan termasuk system pendidikannya.prancis adalah sebuah Negara yang luas di benua Eropa sesudah Rusia (Rusia sebelum terpecah-pecah).
            Dunia sepertinya telah membangunkan raksasa tidur (sleeping gian) kata J.C. Eicher (1995) karena, pertama, pembukaan sekolah menengah dan universitas bagi siswa-siswa baru, yang mayoritas berasal dari kelompok social yang dulunya tidak pernah dapat tempat. Kedua, karena adanya reformasi yang terus menerus yang selama ini tidak pernah bias diterima dengan senang hati oleh pihak-pihak penguasa.
            Struktur besar dan yang kaku ini, sekarang menghadapi tantangan untuk dapat di jadiakn system pendidikan yang permanen, yang sampai saat ini masih belum dapat terpenuhi dengan baik. Namun demikian, oleh karena banyak program-program pendidikan yang cukup meyakinkan yang dikembang semenjak awal 80-an, langkah ini perlu di lanjutkan supaya pendidikan Prancis benar-benar mampu berperan dalam perubahan social dan ekonomi.







II PEMBAHASAN
A.    Sistem Pendidikan
Administrasi system pendidikan Prancis dewasa ini masih berlandaskan susunan yang telah diciptakan oleh Napoleon. Administrasi di atur oleh beberapa orang menteri. Menteri Pendidikan Nasional mengatur semua sekolah umum dan swasta. Adapula Menteri Pemuda dan Olah Raga serta Menteri Kebudayaan. Adapula yang menyelanggarakan lembaga pendidikan sendiri, seperti Ecole Polytechnique (Sekolah Politeknik), Ecole de Mines (Sekolah Pertambangan).[1]
Semenjak zaman Napoleon, Perancis merupakan Negara yang sangat tersentralisasi. Sitem pendidikan, yang diwarisi oleh seorang “grand master” di zaman Napoleon, baru bdimulai pertengahan abad ke-19 di bawah wewenang sebuah kementrian. Kementrian pendidikan yang ada saat ini mengawasi pendidikan formal di semua tingkat: persekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama dan atas serta pendidikan tinggi. Terdapat beberapa pengecualian. Kementrian Pertanian mengawasi dan menyelenggarakan pendidikan menengah atas, dan beberapa sekolah tinggi bidang agronomi. Kementrian Angkatan Bersenjata memiliki juga beberapa sekolah menengah atas dan sekolah perwira. Beberapa kementrian lainnya menyelenggarakan pula beberapa sekolah keinsinyuran atau sekolah keadministrasian dan langsung berada di bawah pengawasan mereka. Sekolah kejuruan sebagian diselenggarakan dan dikontrol oleh perusahaan atau badan yang dibentuk sendiri oleh perusahaan.[2]
            Pendidikan menengah terbagi atas dua  jalur yaitu :
1.      Jalur panjang (long stream)
Jalur panjang diarahkan pada baccalaureat  dan pendidikan tinggi dan jalur ini terbagi pula atas dua bagian : pendidikan menengah umum, dan pendidikan menengah kejuruan. Sekolah swasta menampung siswa level ini kurang lebih 25%.
2.      Jalur Pendek
Adalah murni pendidikan teknik yang diarahkan untuk mendapatkan Certificat Aptitude Professionelle (CAP) dalam rentan waktu dua tahun.Sekitar 30% siswa pada setiap dua tahun ajaran terdaftar pada jalur ini.[3]
Di dalam system pendidikan yang baru ini, semua sekolah pemerintah bersikap netral terhadap agama. pendidikan agama menjadi tanggung jawab orang tua murid dan gereja. Untuk memaber kesempatan kepada anak-anak mendapat pelajaran agama di luar sekolah, semua sekolah dasar diliburkan pada ahari kamis dan hari minggu.[4]
            Pendidikan di Perancis berada di bawah tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional. System pendidikan sentralistis, yaitu sekolah di kelola oleh Pemerintah Pusat. Sejak zaman Pemerintahan presiden De Gaulle (1958) diadakan tingkatan Pengelolaan pendidikan atau administrasi pendidikan, yaitu :
1. Tingkat pertama adalah tingkat legislative dan penasehat pusat.
2. Tingkat kedua adalah tingkat administrasi dan pelaksana pusat.
3. Tingkat kedua adalah tingkat administrasi dan pelaksana setempat.

B.     Tujuan Pendidikannya
Pada awal republik ketiga berdiri, rasa kesatuan dalam masyarakat Perancis masih sangat tipis, yang ada saat itu masih perasaan pertentangan yang sangat dalam antara pihak-pihak yang tidak menerima Revolusi Perancis dan yang menerima dan berjuang untuk itu. Dalam bidang pendidikan, kedua kelompok yang bertikai ini mengirim anak-anak mereka kesekolah yang berbeda: sekolah-sekolah agama swasta di satu pihak, dan sekolah negeri dipihak lain.
Tugas utama yang paling mendesak bagi pemerintah rezim baru ialah menciptakan kesatuan nasional. Oleh karena itu belum memmungkinkan untuk mencocokan kedua pihak yang berbeda falsafah itu, maka satu-satunya jalan yang harus dilakukan terlebih dahulu ialah meningkatkan nasionalisme. Upaya meningkatkan nasionalisme ini dilakukan melalui sekolah dengan mempromosikan buku-buku teks yang seragam yang isinya antara lain menekankan perlunya melanjutkan Negara perancis yang sudah ada semenjak rezim lama (kerajaan) dan pembentukan system baru bersifat sentralistis yang ketat.
Terdapat dua jenis pendidikan yang paralel: sekolah umum pemerintah, dan sekolah-sekolah menengah kecil yang disebut “lycees”. Yang terakhir ini sering menampung murid-murid  yang berasal dari kelas menengah borjuis, yang selalu keberatan mengirim anak-anaknya kesekolah yang sama bersama anak-anak rakyat biasa. Tujuan khusus lycees adalah untuk mendidik kelompok elit, dan melakukan pengajaran bahasa Yunani bahasa Latin karena mata pelajaran ini dianggap sangat berharga dalam pembentukan pikiran.[5]

C.    Kurikulum Pendidikan di Negara Perancis
Oleh karena system pendidikan di Perancis bersifat sentralistis, maka pengembangan kurikulum sekolah diatur oleh sebuah komisi nasional beranggotakan terutama anggota korp inspektur jendral. Cakupan kurikulum bersifat nasional dan sedikit sekali peluang yang diberikan untuk muatan local daerah.
Berbeda halnya dengan pendidikan tinggi yang lebih bersifat independen, walaupun universitas harus mengikuti program umum nasional agar terdapat keseragaman system pemberian gelar secara nasional. Sehubungan dengan otonomi perguruan tinggi, banyak yang menilai telah terjadi penyimpangan baik dalam hal hakikat maupun isi pengajaran. Sebaiknya, di tingkat pendidikan yang lebih rendah, diminta atau indepedensi yang lebih besar.[6]
Kurikulum pendidikan tingkat rendah terdiri dari bahasa Perancis, membaca, menulis, berhitung, sejarah, ilmu bumi (khusus Perancis dan Negara-negara jajahan), akhlak, kewarganegaraan, dasar-dasar ilmu pasti dan alam, menggambar, pekerjaan tangan, bernyanyi dan gerak badan. Murid-murid yang hendak melanjutkan sekolah menengah, harus lulus ujian masuk kelas enam, terutama bagi mereka yang mempunyai nilai ujian cukup. Kalau nilainya baik, maka mereka dapat masuk dan diterima secara otomatis di tahun pertama (classes de sixieme). Yang menarik untuk dipelajari adalah tingkat kelas dimulai dari angka yang tertinggi kemudian menurun. Jadi sekolah dasar enam tahun, dan kelas diatur sebagai berikut:
1. Kelas enam = kelas satu di Indonesia.
2. Kelas lima = kelas dua di Indonesia.
3. Kelas empat = kelas tiga di Indonesia.
4. Kelas tiga = kelas empat di Indonesia.
5. Kelas dua = kelas lima di Indonesia.
6. Kelas satu = kelas enam di Indonesia.[7]


D.    Kondisi Pendidikkan di Negara Perancir
Guru-guru untuk Lycees bergelar “professeur” dan mereka mendapat pendidikannya di perguruan tinggi dan ketika tamat diberi ijazah guru sekolah menengah (“Certificat d’aptitude au professorat de I’einseignement Public du Second Degre” – CA-PES). Universitas yang didirikan dalam tiap academie tidak sama besarnya, Di Sorbonne, Paris Mahasiswanya lebih banyak dari pada semua mahasiswa universitas academie lain-lain. Perombakan pendidikan tahun 1959 membawa perubahan juga dalam dunia pendidikan tinggi. Sekarang pendidikan tinggi dibagi dalam 3 “cycle” yaitu:
“cycle” pertama mengenai “science” terdiri dari 4 jurusan yang dapat dipilih oleh mahasiswa. Kalau lulus ujian pada “cycle” ini mahasiswa mendapat ijazah D.U.E.S. dan diberi kesempatan memilih pindah ke institute lain atau akan terus belajar di unuversitas yang sama. “cycle”pertama mengenai kesenian mempunyai 5 jurusan untuk mahasiswa yang tidak ingin menjadi guru. Yang lulus ujian akhir mendapat ijazah D.U.E.L.
“Cycle” kedua ditujukan untuk menghasilkan para peneliti dengan gelar “maitreise” bagian “science” terdiri dari 12 jurusan.mahasiswa harus mendapat 4 ijazah selama “cycle” ini 2 ijazah setiap tahun dan dibidang kesenian 2 ijazah. Mahasiswa harus membuat thesis untuk mendapat gelar “inaitrise”. Pada akhir tahun ketiga diberi ijazah “license” yang menghendaki penghususan dalam satu mata pelajaran disekolah. Ijazah untuk menjadi guru Lycle diperoleh setelah menanamatkan IPES “Institut de Preparation aux Enseignenments du Second Degree” dan menempuh ujian Negara yang diadakan tiap tahun dan bersifat kompetitif dan seleftif dengan guru “professeurs agrege”. Pada akhir “cycle” ke tiga mahasiswa yang lulus mendapat gel;ar “Doctor”.[8]

E.     Isu-isu Pendidikan di Perancis
Di Perancis, sebagaiamana juga pada Negara-negara lain, pendidikan selalu di anggap dalam krisis. Kekakuan yang disebabkan oleh system sentralisasi serta sifat birokrasi system pendidikan ysng ada membuat sulitnya penyesuaian terhadap keadaan-keadaan baru. Pada tingkat pendidikan dasar, status yang rendah dan gajih yang masih kecil yang diberikan kepada guru melemahkan semangat para pemuda tperbaik untuk memasuki lapangan kerja pendidikan.
Akibatnya, guru wanita sangat besar jumahnya, tidak seimbang dengan jumlah guru pria. Setatus pegawai negeri yang begitu kuat serta perlindungan yang baik dari organisasi mereka, tidak cukup memotivasi guru-guru untuk bekerja lebih baik dan membuat perubahan-perubahan baik dalam metode mengajar maupun kurikulum. Sebaliknya, reformasi yang begitu sering diputuskan di paris tanpa ada tindak lanjut dan dampaknya makin melemahkan semangat guru.
Ditingkat pendidikan menengah, hirarki yang begitu berbelit antara berbagai jalur pendidikan sering menimbulkan friksi. Pendidikan teknik telah begitu lama terabaikan dan dipandang sebagai kurang berguna, sehingga para generasi muda Perancis hamper tidak ada yang memasukinya secara sukarela. Akibatnya, mutu akademik siswa rendah dibawah rata-rata. Bahaya besar untuk masa-masa mendatang di Perancis adalah makin banyaknya generasi muda yang tidak bersekolah, tidak punya diploma sehingga hampir tidak  mungkin bagi mereka menghadapi dunia luar yang selalu berubah dengan cepat, terutama bidang komunikasi.
Ditingkat pendidikan tinggi, pemisahan antara system terbuka (open) dan system tertutup (closed) bias menjadi semakin melebar, yang pertama tidak menghasilkan sertifikasi yang berharga, dan yang kedua semakin elits. Universitas harus lebih membuka diri terhadap dunia luar dan menyusun program-program serta metodologinya demikian rupa sehingga mampu melaksanakan misinya sebagai penyedia pendidikan sepanjang hayat.
Pada kenyataannya reformasi pendidikan sudah berjalan di Perancis semenjak tahun 1980-an dengan memperbaiki struktur yang ada, bukan reformasi secara radikal. Sasaran reformasi ialah menciptakan keadaan agar generasi muda Perancis dapat mencapai pendidikanya ketingkat baccalaureat pada tahun 2000 dan semua murid sekurang-kurangnya memiliki kemampuan profesiona. Untuk itu, system atau struktur pendidikan prasekolah dan pendidikan dasar dikelompokan menjadi tiga siklus, tidak lagi terbagi dalam enam bagian. Dengan demikian, anak-anak dapat mengikutinya lebih mudah. Dengan system tingkat siklus ini dapat dihindari pengulangan-pengulangan yang tidak perlu.
Di tingkat pendidikan tinggi, diusahakan agar jumlah dropout dapat dikurangi dengan meninjau kembali pengorganisasian perkuliahan padatahun pertama. Disamping itu, diupayakan pula agar perkuliahan lebih bersifat professional. Melihat varah perkembangan pendidikan di Perancis yang cenderung meningkatnya jumlah siswa pada tingkat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, maka peningkatan rekrutmen dan perbaikan kualifikasi personil menjadi perhatian khusus, di samping itu, harus pula diantisipasi kecendrungan timbulnya masalah multikultual dalam populasi sekolah.[9]











III KESIMPULAN
            Negara perancis sebagaimana kita kenal saat ini melalui liku sejarah yang panjang dan mengukir buku-buku sejarah dengan berbagai peristiwa besar. Salah satu masalah yang cukup berat dan sudah lama berlangsung di Perancis adalah rendahnya motivasi guru dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini terutama disebabkan oleh skala penggajian guru dibandingkan penggajian aparat pemerintah Perancis lainnya sangat tidak seimbang. Keadaan ini berdampak sangat jauh. Keadaan ini tidak hanya berdampak kurang lancarnya pelaksanaan pendidikan sehingga kualitas pendidikan sangat menurun, tetapi generasi muda tidak tertarik memasuki lapangan kerja pendidikan.
Sesungguhnya, reformasi pendidikan telah sering dilakukan di Perancis dan telah banyak keputusan yang dibuat oleh pemerintah berupa pembaharuan. Akan tetapi keputusan itu tidak di tindaklanjuti, sehingga nmotivasi dan semangat para pendidik makin menurun. Untuk itu perlu di evaluasi kemabali system pendidikan yang berjalan di Negara Perancis agar tujuan pendidikannya dapat tercapai secara maksimal.









IV KOMENTAR
            Jika berbicara mengenai Negara Perancis, Perancis merupakan Negara  yang maju dibidang pendidikannya, karna mereka meliki sumberdaya manusianya yang bermutu di dalam pendidikan. Dibalik semua kemajuan pendidikan di Negara Perancis masih ada kekurangan-kekurangan  dalam system pendidikannya yakni maslah gaji seorang tenaga pendidik, dimana  di Prancis gaji bagi seorang tenaga pendidik masih minim, dengan masalah minimnya gaji seorang tenaga pendidik membuat para pemuda di sana enggan untuk terjun di dalam lapangan kerja pendidikan. oleh karena kurang berminatnya para pemuda  untuk menjadi tenaga pendidik sehingga tenaga pendidik disana di dominasi oleh wanita.














DAFTAR PUSTAKA
Agustiar Syah Nur, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung Bandung 2001).
Muh Said, Pendidikan Abad Keduapuluh dengan Latar Belakang Kebudayaannya, (Jakarta: Mutiara 1981).



[1] Muh Said, Pendidikan Abad Keduapuluh dengan Latar Belakang Kebudayaannya, (Jakarta: Mutiara 1981), hlm. 152
[2]Agustiar Syah Nur, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung Bandung 2001),  hlm. 250
[3] http://www.scribd.com/doc/79926640/Sistem-Pendidikan-Prancis
[4] Muh Said, Op. Cit,, hlm. 156
[5] Agustiar Syah Nur, Op. Cit., hlm. 245-246
[6] Ibid, hlm. 253-254
[7] http://ruzirahmawati.blogspot.com/2011/12/pendidikan-di-negara-negara-eropa.html
[8] Muh Said, Op. Cit,, hlm. 162
[9] Agustiar Syah Nur, Op. Cit., hlm. 255-256

No comments:

Post a Comment