A. Latar Belakang
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari Kabilah Oghuz / Ughuj
yang mendiami daerah Mongol dan daerah Utara Negeri Cina. Pada Abad ke-13 M,
saat Chengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan sekitarnya.
Kakenya Usman, yang bernama Sulaiman bersama pengikutnya bermukim di Asia
kecil. Dari perjalanan tersebut Sulaiman, ia tenggelam ketika menyemberangi
sungai Efrat (dekat Allepo). Sulaiman mempunyai empat saudara yang bernama,
Shunkur, Gundogdur, al-Thugril, dan Dundar. Dua puteranya kembali ke tanah air
mereka. Sementara yang kedua terakhir bermukim di Asia kecil. Di sana mereka di
bawah pimpinan Sultan Alauddin di Kunia. Saat Mongol menyerang sultan Alauddin
di Anggara (kini Angkara), al-Thugril membantu mengusir Mongol, sehingga berkat
jasanya itu, Alauddin memberikan daerah Iski Shahr dan sekitarnya. Al-Thugril,
mendirikan ibukota bernama Sungut, di sana lahir anak pertama bernama Usman pad
1258 M. Al-Thugril meninggal pada 1288 M. dan ia mendeklarasikan dirinya
sebagai Sultan, maka sejak itulah berdiri Dinasti Turki Usman.
B. Silsilah Keturunan / Kekuasaan
B. Silsilah Keturunan / Kekuasaan
Sultan Alauddin meninggal pada 1300 M / 699 H, maka Usman
mengumumkan diri sebagai Sultan yang berdaulat penuh. Namun tidak langung
diakui oleh banyak orang. Pada masa Usman hanya memiliki wilayah yang sangat
kecil, ia meninggal pada 1326 M. kemudian puteranya naik tahta yang bernama
Orkhan (Urkhun) pada usia 42 tahun. Pada masanya ia membentuk tiga pasukan
utama, tentara Siphai (tentara reguler), tentara Hazeb (tentara ireguler),
tentara Jenisari (pasukan direkrut pada usia dua belas tahun). Selanjutnya
kekuasaan beralih kepada puteranya Murad I, yang telah berhasil menaklukan,
Adrianopol, Masedonia, Bulgaria, Serbia, Kosovo dan Asia kecil. Murad I
bergelar Alexander abad pertengahan. Murad digantikan oleh puteranya Bayazid I,
yang bergelar Ildrim (kilat), terjadi pertempuran dengan tentara Mongol yang
dipimpin oleh Timur Lenk, sehingga Bayazid I bersama puteranya Musa tertawan
dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.
Pada masa ini Turki Usmani mulai mengalami kemunduran. Kemudian
dilanjutkan oleh Muhammad, ia berhasil memulihkan kondisi menjadi stabil
sehingga para sejarawan mensejajarkan dia dengan Umar II dari Dinasti Umayyah. Setelah
ia meninggal digantikan oleh Murad II (1421-1451 M),, ia mengembalikan cintra
Murad I, yaitu dengan merebut kembali daerah-daerah Eropa (Kosovo). Ia banyak
mendirikan Masjid dan Sekolah. Penggatinya adalah Muhammad II (1451-1484M),
dengan gelar Al-Fatih, ia telah berhasila menaklukkan kota Konstantinopel pada
25 Mei 1453. Dan juga ia menaklukkan Venish, Italy, Rhodos, dan Cremia yang
terkenal denan Konstantinopel II. ia menerapkan UU islam dalam qanun namah.
Setelaha abad ke-16 M atauran ini dilonggarkan. Al-fatih meninggal, digantikan
anaknya Bayazid II, kemudian digantikan oleh anaknya Salim I, ia sangat kejam,
dalam sejarah Eropa dikenal sebagai Salim the Grim. Ia menaklukkan Asia Kecil,
Persia, Kaldiran, dan Mesir. Dan juga berhasil menaklukkan Sultan Mamluk (1517
M). ia memindahkan Khalifah boneka Bani Abbas ke Konstantinopel yang bernama
Ahmad dan mengambil gelar secara sakral yang kemudian digunakan oleh sultan
Turki, Salim I, sehingga kota tersebut berubah menjadi Istambul.
Selanjutnya digantikan oleh Sulaiman Agung (1520-1566), mendapat julukan Sulaiman al-Qanuni, pada masanya disusun sebuah kitab undang-undang (qanun), Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur dan berhasil membawa kejayaan islam, dan ia pula berhasil menterjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Turki.
Selanjutnya digantikan oleh Sulaiman Agung (1520-1566), mendapat julukan Sulaiman al-Qanuni, pada masanya disusun sebuah kitab undang-undang (qanun), Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur dan berhasil membawa kejayaan islam, dan ia pula berhasil menterjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Turki.
Sulaiman juga berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes,
Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki Usmani pada
masanya mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia;
Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria,Yunani, Yugoslavia,
Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II (1566-1573 M), Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Selanjunya digantikan oleh Sultan Murad III (1574-1595 M) berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, namun Kerajaan Usmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tabnz, ibu kota Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. Namun kehidupan moral Sultan yangjelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri.
Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II (1566-1573 M), Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Selanjunya digantikan oleh Sultan Murad III (1574-1595 M) berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, namun Kerajaan Usmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tabnz, ibu kota Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. Namun kehidupan moral Sultan yangjelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri.
Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad
III (1595-1603M), pengganti Murad III, yang membunuh semua saudara laki-lakinya
berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang
demi kepentingan pribadi. Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil
memukul Kerajaan Usmani. Sultan Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III,
sempat bangkit untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan
Usmani di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai memudar.
Sesudah Sultan Ahmad I ( 1603-1617 M), situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama (1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa diatasinya, Syaikh al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M). Namun yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia tersebut.
Sesudah Sultan Ahmad I ( 1603-1617 M), situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama (1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa diatasinya, Syaikh al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M). Namun yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia tersebut.
Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan
Murad IV (1623 – 1640 M). Pertama-tama ia mencoba menyusun dan menertibkan
pemerintahan. Pasukan Jenissari’ yang pernah menumbangkan Usman II dapat
dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil
menjernihkan situasi negara secara keseluruhan. Situasi politik yang sudah
mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan Ibrahim I (1640-1648
M), karena ia termasuk orang yang lemah. Pada masanya ini orang-orang Venetia
melakukan peperangan laut melawan dan berhasil mengusir orang-orang Turki
Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad
Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia Kecil) ke kedudukan sebagai
wazir atau shadr al-a’zham (perdana menteri) yang diberi kekuasaan absolut. Ia
berhasil mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan
negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatannya dipegang oleh anaknya,
Ibrahim.
Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah pulih sama
sekali. Karena itu, ia menyerbu Hongaria dan mengancam Vienna. Namun,
perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara
berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki Usmani yang luas itu
sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara
Eropa yang baru mulai bangun. Pada tahun 1699M terjadi “Perjanjian Karlowith”
yang memaksa Sultan untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia
dan Croasia kepada Hapsburg; dan Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan
sebagian Dalmatia kepada orang-orang Venetia.
Pada tahun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada Kerajaan Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang segera dapat mengkonsolidasi kekuatannya. Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan Abd al-Hamid (1774-1789 M), seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, di Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Kinarja” dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu antara lain:
Pada tahun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada Kerajaan Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang segera dapat mengkonsolidasi kekuatannya. Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan Abd al-Hamid (1774-1789 M), seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, di Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Kinarja” dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu antara lain:
1. Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di
Laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi
selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan LautPutih, dan
2. Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea). Demikianlah
proses kemunduran yang terjadi di Kerajaan Usmani selama dua abad lebih setelah
ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Satu persatu negeri-negeri di Eropa yang
pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri di
Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan
Kerajaan Usmani, tetapi juga beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit
memberontak.Di Mesir, kelemahan-kelemanan Kerajaan Usmani membuat Mamalik
bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M, Mamalik
kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnyaNapoleon Bonaparte dari Perancis
tahun 1798 M. Di Libanon dan Syria, Fakhral-Din, seorang pemimpin Dntze,
berhasil menguasai Palestina, dan pada tahun 1610 M merampas Ba’albak dan
mengancam Damaskus. Fakhr al-Din baru menyerah tahun 1635 M. Di Persia,
Kerajaan Safawi ketika masih jaya beberapa kali mengadakan perlawanan terhadap
Kerajaan Usmani dan beberapa kali pula ia keluar sebagai pemenang.
Sementara itu, di Arabia bangkit kekuatan baru, yaitu aliansi antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd al-Wahhab yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan penguasa lokal Ibn Sa’ud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah di jazirah Arab dan sekitarnya di awal paroh kedua abad ke-18 M. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Usmani ketika sedang mengalami kemunduran. Gerakan-gerakan seperti itu terus berlanjut hingga abad ke-19 dan ke-20 M.
Sementara itu, di Arabia bangkit kekuatan baru, yaitu aliansi antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd al-Wahhab yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan penguasa lokal Ibn Sa’ud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah di jazirah Arab dan sekitarnya di awal paroh kedua abad ke-18 M. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Usmani ketika sedang mengalami kemunduran. Gerakan-gerakan seperti itu terus berlanjut hingga abad ke-19 dan ke-20 M.
• Osman I (1281-1326; bey)
• Orhan I (1326-1359; bey)
• Murad I (1359-1389; sultan sejak 1383)
• Beyazid I (1389-1402)
• Interregnum (1402-1413)
• Mehmed I (1413-1421)
• Murad II (1421-1444) (1445-1451)
• Mehmed II (sang Penguasa) (1444-1445) (1451-1481)
• Beyazid II (1481-1512)
• Selim I (1512-1520)
• Suleiman I (yang Agung) (1520-1566)
• Selim II (1566-1574)
• Murad III (1574-1595)
• Mehmed III (1595-1603)
• Ahmed I (1603-1617)
• Mustafa I (1617-1618)
• Osman II (1618-1622)
• Mustafa I (1622-1623)
• Murad IV (1623-1640)
• Ibrahim I (1640-1648)
• Mehmed IV (1648-1687)
• Suleiman II (1687-1691)
• Ahmed II (1691-1695)
• Mustafa II (1695-1703)
• Ahmed III (1703-1730)
• Mahmud I (1730-1754)
• Osman III (1754-1757)
• Mustafa III (1757-1774)
• Abd-ul-Hamid I (1774-1789)
• Selim III (1789-1807)
• Mustafa IV (1807-1808)
• Mahmud II (1808-1839)
• Abd-ul-Mejid I (1839-1861)
• Abd-ul-Aziz (1861-1876)
• Murad V (1876)
• Abd-ul-Hamid II (1876-1909)
• Mehmed V (Reşad) (1909-1918)
• Mehmed VI (Vahideddin) (1918-1922)
• Abd-ul-Mejid II, (1922-1924; hanya sebagai Kalifah)
C. Kemajuan / Kejayaan Masa Turki Usmani
C. Kemajuan / Kejayaan Masa Turki Usmani
Selama kejayaan dinasti ini ada beberapa yang telah berhasil namun
diperiode selanjutnya daerah-daerah yang telah dikuasi kembali direbut oleh
pihak yang ingin menguasai Turki Usmani, adapun keberhasilan pada masa Sultan
Sulaiman I disusun sebuah kitab undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi
nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani
sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang
amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni. Pada masa
Sulaiman kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun nmesjid,
sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan
pemandian umum. Disebutkan bahwa buah dari bangunan itu dibangun di bawah
koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia. Sebagai bangsa yang berdarah
militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang
kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak
begitu menonjol.
Bangsa Turki juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni
arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Masjid
Al-Muhammadi atau Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid Agung Sulaiman
dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari.Mesjid-mesjidtersebut dihiasi pula dengan
kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dengan keindahan
kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu,
dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya. Pada masa Turki
Usmani tarekat mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah tarekat
Bektasyi dan Tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan
sipil dan militer. Di pihak lain, kajian-kajian ilmu keagamaan, Asy’ariyah
mendapatkan tempatnya. Selain itu para ulama banyak menulis buku dalam bentuk
syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya¬karya masa
klasik.
D. Faktor Runtuhnya Turki Usmani Ada 2 faktor yang membuat khilafah
Turki Utsmani mundur:
1. Intern
1. Intern
• Buruknya pemahaman Islam
Lemahnya pemahaman Islam membuat reformasi gagal. Sebab saat itu
khilafah tak bisa membedakan IPTEK dengan peradaban dan pemikiran. Ini membuat
munculnya struktur baru dalam negara, yakni perdana menteri, yang tak dikenal
sejarah Islam kecuali setelah terpengaruh demokrasi Barat yang mulai merasuk ke
tubuh khilafah. Saat itu, penguasa dan syaikhul Islam mulai terbuka terhadap
demokrasi lewat fatwa syaikhul Islam yang kontroversi. Malah, setelah terbentuk
Dewan Tanzimat (1839 M) semakin kokohlah pemikiran Barat, setelah disusunnya
beberapa UU, seperti UU Acara Pidana (1840), dan UU Dagang (1850), tambah
rumusan Konstitusi 1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang berusaha membatasi fungsi
dan kewenangan kholifah.
• Salah menerapkan Islam.
Dengan diambilnya UU oleh Suleiman II, seharusnya penyimpangan
dalam pengangkatan kholifah bisa dihindari, tapi ini tak tersentuh UU.
Dampaknya, setelah berakhirnya kekuasaan Suleimanul Qonun, yang jadi khalifah
malah orang lemah, seperti Sultan Mustafa I (1617), Osman II (1617-1621), Murad
IV (1622-1640), Ibrohim bin Ahmed (1639-1648), Mehmed IV (1648-1687), Suleiman
II (1687-1690), Ahmed II (1690-1694), Mustafa II (1694-1703), Ahmed III
(1703-1730), Mahmud I (1730-1754), Osman III (1754-1787), Mustafa III
(1757-1773), dan Abdul Hamid I (1773-1788). Inilah yang membuat militer,
Yennisari-yang dibentuk Sultan Ourkhan-saat itu memberontak (1525, 1632, 1727,
dan 1826), sehingga mereka dibubarkan (1785). Selain itu, majemuknya rakyat
dari segi agama, etnik dan mazhab perlu penguasa berintelektual kuat. Sehingga,
para pemimpin lemah ini memicu pemberontakan kaum Druz yang dipimpin Fakhruddin
bin al-Ma'ni Dengan tak dijalankannya politik luar negeri yang Islami-dakwah
dan jihad-pemahaman jihad sebagai cara mengemban ideologi Islam ke luar negeri
hilang dari benak muslimin dan kholifah. Ini terlihat saat Sultan Abdul Hamid
I/Sultan Abdul Hamid Khan meminta Syekh al-Azhar membaca Shohihul Bukhori di
al-Azhar agar Allah SWT memenangkannya atas Rusia (1788). Sultanpun meminta
Gubernur Mesir saat itu agar memilih 10 ulama dari seluruh mazhab membaca kitab
itu tiap hari Menghadapi kemerosotan itu, khilafah telah melakukan reformasi
(abad ke-17, dst).
2. Eksten
• Penjajahan Barat membawa semangat gold, glory, dan gospel
Sejak jatuhnya Konstantinopel di abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal Masalah Ketimuran, sampai abad 16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia, Albania, Yunani dan kepulauan Ionia. Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang dilanda perang antar agama-sesama Kristen, yakni Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir setelah adanya Konferensi Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan khilafah terhenti. Memang setelah kalahnya khilafah atas Eropa dalam perang Lepanto (1571), khilafah hanya mempertahankan wilayahnya. Ini dimanfaatkan Austria dan Venezia untuk memukul khilafah. Pada Perjanjian Carlowitz (1699), wilayah Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah harus kehilangan wilayahnya di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah tragis setelah Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).
Sejak jatuhnya Konstantinopel di abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal Masalah Ketimuran, sampai abad 16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia, Albania, Yunani dan kepulauan Ionia. Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang dilanda perang antar agama-sesama Kristen, yakni Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir setelah adanya Konferensi Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan khilafah terhenti. Memang setelah kalahnya khilafah atas Eropa dalam perang Lepanto (1571), khilafah hanya mempertahankan wilayahnya. Ini dimanfaatkan Austria dan Venezia untuk memukul khilafah. Pada Perjanjian Carlowitz (1699), wilayah Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah harus kehilangan wilayahnya di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah tragis setelah Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).
No comments:
Post a Comment