REVITALISASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR
SEKOLAH
Manusia
yang disebut makhluk sosial mempunyai peranan penting dalam kehidupannya. Oleh
karena itu, manusia sangat di tuntut untuk bisa dan memiliki kemampuan untuk
berinteraksi, bergaul dan sebagainya. Oleh sebab itu dalam hal ini manusia di
tuntut untuk mencari ilmu tetapi tanpa meninggalkan dunia, sebagaimana firman
Allah SWT:
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS: Al-Qashash 77)
Apalagi
di era sekarang ini bukan hanya pendidikan di sekolah tetapi juga pendidikan di
luar sekolah juga sangat penting untuk mencetak generasi bangsa yang mempunyai
kompetensi yang unggul. Pendidikan luar sekolah sebenarnya bukanlah
barang baru dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar
sekolah telah hidup dan menyatu di dalam kehidupan setiap masyarakat jauh
sebelum muncul dan memasyarakatnya sistem persekolahan. PLS mempunyai bentuk
dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem yang sudah ada di pendidikan
persekolahan. PLS timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan
akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal
saja. PLS pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan
keterampilan dalam suatu bidang tertentu.
Berbagai kelemahan sistem persekolahan
dimuntahkan, terutama pada aspek-aspek prosedural yang dinilai mengeras, kaku,
serba ketat dan formalistis. Pada intinya, walaupun sistem persekolahan masih
tetap dipandang penting, pijakan pemikiran sudah mulai realistis yaitu tidak
semata-mata mengandalkan sistem persekolahan untuk melayani aneka ragam
kebutuhan pendidikan yang kian hari semakin mekar dan beragam. Pembinaan dan
pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling isi-mengisi atau topang
menopang dengan sistem persekolahan, agar setiap insan bisa menyesuaikan
hidupnya sesuai dengan perkembangan zaman.
Revitalisasi
mempunyai arti membuat sesuatu kembali menjadi amat penting dalam hal ini
Progran Studi Pendidikan Luar sekolah. Pernyataan revitalisasi juga mempunyai
arti program studi ini pernah Berjaya kemudian menurun dan sekarang peran
pentingnya atau vitalnya perlu di angkat kepermukaan lagi. Pada tahun tujuh
puluhan, ketika bernama Jurusan Pendidikan Sosial, program ini sangat laris dan
lulusannya mudah mencari pekerjaan karena beberapa instasi pemerintahan mau
merekrutnya. Mengapa program studi yang ada perlu di revitalisasi? Alasannya
adalah karena dialah karena dialah lembaga pendidikan tinggi yang akan mencetak
tenaga yang berkeahlian khusus dengan kompetensi tinggi yang secara akademik
dapat dipertanggungjawabkan.
Keberadaan
program study tidaklah cukup hanya berdasarkan alasan-alasan akademik sepihak
oleh lembaga perguruan tinggi saja, melainkan harus diperjuanagkan sekuat
tenaga agar program itu betul-betul sesuatu yang sesuai dan sangat di butuhkan
oleh masyarakatnya. Dikatakan sebagai suatu perjuangan karena pada awalnya
tidak semua kebutuhan selalau dirasakan oleh masyarakat, meskipun secara
objektif dan nyata merupakan kebutuhan mereka. Sebagai contoh kebutuhan mandi,
cucui dan kakus bagi masyarakat pemukiman aliran sungai belum dirasakan, meskipun
secara objektif dari sudut ilmu kesehatan sanagat dibutuhkan. Sama halnya untuk
kebutuhan pengelolaan pendidikan orang dewasa, kebutuhan untuk menggunakan
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan andragogi dalamm praktek pendidikan masih
belum dirasakan, walaupun secara objektif sangat dibutuhkan.
Alasan
lain mengapa sangat perlu revitalisasi adalah karena program studi ini pernah
akan ditutup total di seluruh Indonesia. Pada tahun 1995 keberadaan program dan
jurusan pendidikan luar sekolah di pertanyakan urgensinya dengan alasan “pohon
ilmunya tidak jelas.” Tidak kurang dari tiga program studi diminta untuk
memperjelas diri, dari ketiganya ayng paling senter serangannya untuk ditutup
adalah jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
A.
Sejarah
Andragogi
Untuk
melihat betapa pentingnya sebebnarnya program studi pendidikan luar sekolah,
kiranya perlu kita melihat kembali sejarah perkembangan teori yang melandasi
pengembangan prodi tersebut di berbagai belahan dunia maupun di Indonesia. Ini
penting karena masih banyak orang yang menganggap prodi ini tidak penting
karena “tidak jelas pohon ilmunya.”
Pendidikan
luar sekolah secara praktik tentu sudah dimulai sejak manusia ada karena
dilakukan melalui proses peniruan yang sifatnya informal dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam bentuknya yang umum, ia akan ada pada setiap masyarakat
karena mereka mengembangkan proses sosialisasi untuk mengajarkan anak-anak dan
remajanya dengan berbagai norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat
tersebut.
Secara
keilmuan Pendidikan Luar Sekolah mendasarkan dirinya pada suatu teori yang
disebut andragogi. Ger Van Enckevort (dalam Knowles 1984: o27), seorang
ahli pendidikan orang dewasa yang mendalami asal usul andragogi, menyatakan
istilah itu pertama kali dipakai oleh Alexander Kapp, orang jerman pada tahun
1833.Kapp menggunakan kata itu dalam tulisannya berjudul Teori Pendidikan
Filosof Yunani Plato, walaupun Plato sendiri tidak pernah memakainya.
Beberapa tahun kemudian, filosof Jerman, Jhon Friederch Herbart menentang
pemakaian istilah itu. Seorang filosof besar seperti beliau lebih berpengaruh
ketimbang para guru, karena itu istilah andragogi terlupakan dan tidak pernah
muncul hamper 100 tahu lamanya.
Para
ahli Belanda menemukan istilah andragogi dipakai oleh ahli psikiati Swiss,
Heinrich Hanselman dalam bukunya Andragogi: nature possibilities and
bounderies of Adult education, yang
berkenaan dengan penyembuhan nonmedis. Di Amerika Serikat, teori andragogi dan
implikasinya dalam praktek muncul dalam publikasi Knoowles, 1970, 1973, 1975,
dan 1980. Banyak artikel yang secara periodic melaporkan tentang aplikasi
andragogi dalam pendidikan, pekerjaan social, pendidikan Agama, pendidikan
sarjana dan pascasarjana, managemenn training, dan penelitian-penelitian
hipotesis yang timbul dari teori-teori andragogi. Demikian pula, banyak temuan
bahwa pemakaian andragogi telah membuat perbedaan dalam mengorganisasikan
program-program orang dewasa dan juga dalam melaksanakannya.
Di
Indonesia, pertama sekali program studi atau dulu lebih dikenal sebagai jurusan
pendidika social dibuka di Unuversitas Gajah Mada sekitar tahun 1956, kemudian
disusul oleh IKIP dan FKIP yang lainnya diseluruh Indonesia. Dengan paparan
sedikit tentang sejarah perkembangan program studi ini, dapat dikatakan bahwa
keberadaannya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan local atau nasional,
melainkan juga kebutuhan umat manusia diseluruh dunia.
B.
Pendidikan yang
Dibutuhkan
Dalam
buku Rogers (1986), pendidikan dibagi kedalam tiga kategori, yaitu life
educator, semi professional educator, dan professional educator. Life
educator akdalah orang yang secara alami menjalankan tugas dan kewajibannya
mengasuh dan membesarkan anaknya atau membantu nperkembangannya menuju
kedewasaan. Itulah orang tua kita dan pengasuh-pengasuh lainnya. Dalam
menjalankan tugasnya, mereka dikendalikan oleh suatu tujuan mulia agar anaknya
menjadi anak yang baik dengan cara akal sehat (common sense).
Katagori
kedua adalah semi professional educator, yaitu orang-orang yang
menjalankan tugas pendidikan, mengembangkan kecakapan orang dengan bantuan
sarana dan prasarana pendidikan atau bkeahlian orang lain atau yang lebih ahli.
Biasanya mereka ini menjalankan tugas atas petunjuk tenaga ahli, baik memakai
pedoman atau petunjuk atau manual yang menjadi prosedur tetapannya. Termasuk
dalam kategori ini adalah petugas perpustakaan, petugas museum, kebun binatang,
kebun raya, petugas pameran dan lain-lain.
Pendidikan
professional atau professional educator adalah orang yang menjalankan
tugasnya sebagai pendidik dengan keahlian khusus dan kompetensi yang tinggi
sebagai hasil studi yang biasanya panjang dan pengetahuan teoritik serta
praktek dengan menggunakan teknik-teknik pedagogis dan andragogis. Keahlian
khusus maksudnya adalah keahlian yang khas, yang profesi lain tidak dapat
mengerjakannya dengan sempurna dan dapat dipertanggung jawabkan.
C.
Kompetensi
Pendidikan Luar Sekolahl
Menurut
Malcolm Knowles (1983), kompetensi pendidikan luar sekolah terbagi dalam tiga
kategori yaitu sebagai learning fasilitator, program developer, dan administrator.
1.
Sebagai Fasilitator
Sebagai
learning facilitator, pendidikan luar sekolah memerlukan penguasaan
kerangka konseptual dan teoritik tentang pembelajaran dewasa, dan penguasaan
tentang perancangan dan pelaksanaan pengalaman belajar.
Dibidang
penguasaan kerangka konseptual dan teoritik tentang pembelajaran dewasa, ada 5
kecakapan yang harus dikuasai.
1)
Kecakapan mendeskripsikan dan menerapkan
konsep-konsep dan temuan-temuan tentang kebutuhan, minat, motivasi, dan
cirri-ciri perkembangan orang dewasa sebagai peserta didik.
2)
Kecakapan mendeskripsikan perbedaan antara
remaja dan orang dewasa sebagai peserta didik dan implikasinya dalam proses
pembelajaran.
3)
Kecakapan untuk melakukan assesment
dampak terhadap peserta didik dalam belajar dari lingkunugan yang lebih luas
seperti kelompok, organisasi, dan komunitas.
4)
Kecakapan untuk mendeskripsikan berbagai teori
belajar dan menilai relevansinya terhadap situasi tertentu peserta didik orangu
dewasa.
5)
Kecakapan untuk memahami dan menerangkan
peranan pendidik sebagai fasilitator dan sumber belajar bagi pembelajaran
mandiri.
2.
Sebagai Pengembang Program
Berkenaan
dengan proses perencanaan, pendidik luar sekolah memerlukan 4 kecakapan.
1)
Kecakapan mendeskripsikan konsep-konsep dasar,
seperti menetapkan tujuan, peramalan, pemetaan, tindakan social, teori system, identifikasi
kepemimpinan, proses penentuan kebutuhan dalam pendidikan orang dewasa.
2)
Kecakapan dalam melibatkan wakil-wakil masyarakat
dalam proses perencanaan.
3)
Kecakapan dalam mengembangkan dan menggunakan
instrument dan prosedur dalam menilai kebutuhan individu, organisasi dan sub
populasi dalam masyarakat.
4)
Kecakapan bekerja secara efektif dengan
agen-agen di masyarakat dalam perencanaan program secara kolaborasi.
3.
Sebagai Administrator
Berkenaan
dengan pengembangan dan pemeliharaan organisasi ada 10 kecakapan yang harus
dimiliki pendidik luar sekolah. Tetapi disini hanya 5 yang bias dikemukakan.
1)
Kecakapan untuk mendeskripsikan teori dan
temuan penelitian tentang tingkah laku organisasi, manajemen dan pembaruan.
2)
Kecakapan merumuskan suatu filosofis tentang
administrasi dan mengadaptasikannya dengan berbagai situasi organisasi.
3)
Kecakapan merumuskan kebijakan yang
menggambarkan secara jelas tentang visi, misi dan komitmen organisasi.
4)
Kecakapan merencanakan secara efektif dengan
atau orang laian, berbagai tanggung jawab dan mengambil keputusan dengan mereka
dengan tepat.
5)
Kecakapan mengevaluasi keefektifitas organisasi
dan mengarahkan proses pembaharuan secara terus menerus.
Dengan kompetensi yang begitu banyak tersebut,
kita mendapat gambaran bahwa untuk menangani pendidikan luar sekolah, atau yang
dikenal juga dengan pendidikan nonformal atau juga pendidikan orang dewasa,
bukan hal yang mudah sebab memerlukan keahlian khusus dan kompetensi yang
tinggi, persis yang dipersyaratkan sebagai pendidikan professional.
D.
Tinjauan
Terhadap Profesi PLS
Dari
sisi pengakuan masyarakat, profesi pendidikan luar sekolah masih sangat kurang
bahkan mungkin sekali masih banyak yang belum mengenalnya. Kompetensi yang
digambarkan sebelum ini belum menjadi pengetahuan masyarakat karena sepertinya
masih belum terlihat jelas dalam praktik.
Demikian
pula maslah apakah pekerjaan mendidik orang dewasa betul-betul tidak dapat
dikerjakan oleh pihak lain, sepertinya masih banyak yang dikerjakanoleh pihak
lain,bahkan mungkin siapa saja dapat mengklaim dirinya mampu mengerjakan
pekerjaan tersebut.
Ada
tidaknya pendidikan tinggi yang memproduksi tenaga PLS memang semakin mengecil
jumlahnya disbanding dua dekade sebelum ini. Akan tetapi masalah ini akan
menguat dengan sendirinya apabila kita berhasil membuktikan bahwa lulusan S1,
S2 dan S3 PLS memang punya kinerja yang hebat serta jelas kontribusinyya kepada
pendidikan masyarakatnya khususnya dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan
terkait dengan pengembangan masyarakat lokal.
E.
Peran Mahasiswa
dan Alumni
Tidak
kalh pentingnya disini adalah peran organisasi mahasiswa karena sebebarnya
tanpa mereka program studi ini tidak ada. Mahasiswa perlu memperkuat diri
secara akademik melalui karya-karya ilmiah yang bermutu, melalui lomba karya
tulis maupun melalui publikasi jurnal, atau media massa yang lain, dengan
demikian, gaung PLS akan meluas kemasyarakat yang nantinya diharapkan pengakuan
itu akan dating secara bertahap. Mahasiswa juga dapat menunjukan kemampuannya
kepada mahasiswa lain dalam mengurus organisasi dan memprakarsai program-program
kepada masyarakat.
Demikian pula dengan
alumni, mereka sebenarnya merupakan bukti nyata bahwa produksi program studi
yang ada di perguruan tinggi tidak sia-sia. Dengan banyak alumni PLS yang
berhasil menduduki posisi dan ketokohan di bidang pendidikan atau pengembangan
masyarakat, akan mengangkat citra PLS dan pada gilirannya akan memperkuat
No comments:
Post a Comment