Pages

Tuesday, 30 December 2014

PENDIDIKAN ISLAM NONFORMAL



REVITALISASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
            Manusia yang disebut makhluk sosial mempunyai peranan penting dalam kehidupannya. Oleh karena itu, manusia sangat di tuntut untuk bisa dan memiliki kemampuan untuk berinteraksi, bergaul dan sebagainya. Oleh sebab itu dalam hal ini manusia di tuntut untuk mencari ilmu tetapi tanpa meninggalkan dunia, sebagaimana firman Allah SWT:
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS: Al-Qashash 77)
Apalagi di era sekarang ini bukan hanya pendidikan di sekolah tetapi juga pendidikan di luar sekolah juga sangat penting untuk mencetak generasi bangsa yang mempunyai kompetensi yang unggul. Pendidikan luar sekolah sebenarnya bukanlah barang baru dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah hidup dan menyatu di dalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan memasyarakatnya sistem persekolahan. PLS mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem yang sudah ada di pendidikan persekolahan. PLS timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. PLS pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu.
Berbagai kelemahan sistem persekolahan dimuntahkan, terutama pada aspek-aspek prosedural yang dinilai mengeras, kaku, serba ketat dan formalistis. Pada intinya, walaupun sistem persekolahan masih tetap dipandang penting, pijakan pemikiran sudah mulai realistis yaitu tidak semata-mata mengandalkan sistem persekolahan untuk melayani aneka ragam kebutuhan pendidikan yang kian hari semakin mekar dan beragam. Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling isi-mengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan, agar setiap insan bisa menyesuaikan hidupnya sesuai dengan perkembangan zaman.
            Revitalisasi mempunyai arti membuat sesuatu kembali menjadi amat penting dalam hal ini Progran Studi Pendidikan Luar sekolah. Pernyataan revitalisasi juga mempunyai arti program studi ini pernah Berjaya kemudian menurun dan sekarang peran pentingnya atau vitalnya perlu di angkat kepermukaan lagi. Pada tahun tujuh puluhan, ketika bernama Jurusan Pendidikan Sosial, program ini sangat laris dan lulusannya mudah mencari pekerjaan karena beberapa instasi pemerintahan mau merekrutnya. Mengapa program studi yang ada perlu di revitalisasi? Alasannya adalah karena dialah karena dialah lembaga pendidikan tinggi yang akan mencetak tenaga yang berkeahlian khusus dengan kompetensi tinggi yang secara akademik dapat dipertanggungjawabkan.
            Keberadaan program study tidaklah cukup hanya berdasarkan alasan-alasan akademik sepihak oleh lembaga perguruan tinggi saja, melainkan harus diperjuanagkan sekuat tenaga agar program itu betul-betul sesuatu yang sesuai dan sangat di butuhkan oleh masyarakatnya. Dikatakan sebagai suatu perjuangan karena pada awalnya tidak semua kebutuhan selalau dirasakan oleh masyarakat, meskipun secara objektif dan nyata merupakan kebutuhan mereka. Sebagai contoh kebutuhan mandi, cucui dan kakus bagi masyarakat pemukiman aliran sungai belum dirasakan, meskipun secara objektif dari sudut ilmu kesehatan sanagat dibutuhkan. Sama halnya untuk kebutuhan pengelolaan pendidikan orang dewasa, kebutuhan untuk menggunakan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan andragogi dalamm praktek pendidikan masih belum dirasakan, walaupun secara objektif sangat dibutuhkan.
            Alasan lain mengapa sangat perlu revitalisasi adalah karena program studi ini pernah akan ditutup total di seluruh Indonesia. Pada tahun 1995 keberadaan program dan jurusan pendidikan luar sekolah di pertanyakan urgensinya dengan alasan “pohon ilmunya tidak jelas.” Tidak kurang dari tiga program studi diminta untuk memperjelas diri, dari ketiganya ayng paling senter serangannya untuk ditutup adalah jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
A.    Sejarah Andragogi
Untuk melihat betapa pentingnya sebebnarnya program studi pendidikan luar sekolah, kiranya perlu kita melihat kembali sejarah perkembangan teori yang melandasi pengembangan prodi tersebut di berbagai belahan dunia maupun di Indonesia. Ini penting karena masih banyak orang yang menganggap prodi ini tidak penting karena “tidak jelas pohon ilmunya.”
Pendidikan luar sekolah secara praktik tentu sudah dimulai sejak manusia ada karena dilakukan melalui proses peniruan yang sifatnya informal dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bentuknya yang umum, ia akan ada pada setiap masyarakat karena mereka mengembangkan proses sosialisasi untuk mengajarkan anak-anak dan remajanya dengan berbagai norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Secara keilmuan Pendidikan Luar Sekolah mendasarkan dirinya pada suatu teori yang disebut andragogi. Ger Van Enckevort (dalam Knowles 1984: o27), seorang ahli pendidikan orang dewasa yang mendalami asal usul andragogi, menyatakan istilah itu pertama kali dipakai oleh Alexander Kapp, orang jerman pada tahun 1833.Kapp menggunakan kata itu dalam tulisannya berjudul Teori Pendidikan Filosof Yunani Plato, walaupun Plato sendiri tidak pernah memakainya. Beberapa tahun kemudian, filosof Jerman, Jhon Friederch Herbart menentang pemakaian istilah itu. Seorang filosof besar seperti beliau lebih berpengaruh ketimbang para guru, karena itu istilah andragogi terlupakan dan tidak pernah muncul hamper 100 tahu lamanya.
Para ahli Belanda menemukan istilah andragogi dipakai oleh ahli psikiati Swiss, Heinrich Hanselman dalam bukunya Andragogi: nature possibilities and bounderies of Adult  education, yang berkenaan dengan penyembuhan nonmedis. Di Amerika Serikat, teori andragogi dan implikasinya dalam praktek muncul dalam publikasi Knoowles, 1970, 1973, 1975, dan 1980. Banyak artikel yang secara periodic melaporkan tentang aplikasi andragogi dalam pendidikan, pekerjaan social, pendidikan Agama, pendidikan sarjana dan pascasarjana, managemenn training, dan penelitian-penelitian hipotesis yang timbul dari teori-teori andragogi. Demikian pula, banyak temuan bahwa pemakaian andragogi telah membuat perbedaan dalam mengorganisasikan program-program orang dewasa dan juga dalam melaksanakannya.
Di Indonesia, pertama sekali program studi atau dulu lebih dikenal sebagai jurusan pendidika social dibuka di Unuversitas Gajah Mada sekitar tahun 1956, kemudian disusul oleh IKIP dan FKIP yang lainnya diseluruh Indonesia. Dengan paparan sedikit tentang sejarah perkembangan program studi ini, dapat dikatakan bahwa keberadaannya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan local atau nasional, melainkan juga kebutuhan umat manusia diseluruh dunia.

B.     Pendidikan yang Dibutuhkan
Dalam buku Rogers (1986), pendidikan dibagi kedalam tiga kategori, yaitu life educator, semi professional educator, dan professional educator. Life educator akdalah orang yang secara alami menjalankan tugas dan kewajibannya mengasuh dan membesarkan anaknya atau membantu nperkembangannya menuju kedewasaan. Itulah orang tua kita dan pengasuh-pengasuh lainnya. Dalam menjalankan tugasnya, mereka dikendalikan oleh suatu tujuan mulia agar anaknya menjadi anak yang baik dengan cara akal sehat (common sense).
Katagori kedua adalah semi professional educator, yaitu orang-orang yang menjalankan tugas pendidikan, mengembangkan kecakapan orang dengan bantuan sarana dan prasarana pendidikan atau bkeahlian orang lain atau yang lebih ahli. Biasanya mereka ini menjalankan tugas atas petunjuk tenaga ahli, baik memakai pedoman atau petunjuk atau manual yang menjadi prosedur tetapannya. Termasuk dalam kategori ini adalah petugas perpustakaan, petugas museum, kebun binatang, kebun raya, petugas pameran dan lain-lain.
Pendidikan professional atau professional educator adalah orang yang menjalankan tugasnya sebagai pendidik dengan keahlian khusus dan kompetensi yang tinggi sebagai hasil studi yang biasanya panjang dan pengetahuan teoritik serta praktek dengan menggunakan teknik-teknik pedagogis dan andragogis. Keahlian khusus maksudnya adalah keahlian yang khas, yang profesi lain tidak dapat mengerjakannya dengan sempurna dan dapat dipertanggung jawabkan.

C.    Kompetensi Pendidikan Luar Sekolahl
Menurut Malcolm Knowles (1983), kompetensi pendidikan luar sekolah terbagi dalam tiga kategori yaitu sebagai learning fasilitator, program developer, dan administrator.
1.      Sebagai Fasilitator
Sebagai learning facilitator, pendidikan luar sekolah memerlukan penguasaan kerangka konseptual dan teoritik tentang pembelajaran dewasa, dan penguasaan tentang perancangan dan pelaksanaan pengalaman belajar.
Dibidang penguasaan kerangka konseptual dan teoritik tentang pembelajaran dewasa, ada 5 kecakapan yang harus dikuasai.
1)      Kecakapan mendeskripsikan dan menerapkan konsep-konsep dan temuan-temuan tentang kebutuhan, minat, motivasi, dan cirri-ciri perkembangan orang dewasa sebagai peserta didik.
2)      Kecakapan mendeskripsikan perbedaan antara remaja dan orang dewasa sebagai peserta didik dan implikasinya dalam proses pembelajaran.
3)      Kecakapan untuk melakukan assesment dampak terhadap peserta didik dalam belajar dari lingkunugan yang lebih luas seperti kelompok, organisasi, dan komunitas.
4)      Kecakapan untuk mendeskripsikan berbagai teori belajar dan menilai relevansinya terhadap situasi tertentu peserta didik orangu dewasa.
5)      Kecakapan untuk memahami dan menerangkan peranan pendidik sebagai fasilitator dan sumber belajar bagi pembelajaran mandiri.

2.      Sebagai Pengembang Program
Berkenaan dengan proses perencanaan, pendidik luar sekolah memerlukan 4 kecakapan.
1)      Kecakapan mendeskripsikan konsep-konsep dasar, seperti menetapkan tujuan, peramalan, pemetaan, tindakan social, teori system, identifikasi kepemimpinan, proses penentuan kebutuhan dalam pendidikan orang dewasa.
2)      Kecakapan dalam melibatkan wakil-wakil masyarakat dalam proses perencanaan.
3)      Kecakapan dalam mengembangkan dan menggunakan instrument dan prosedur dalam menilai kebutuhan individu, organisasi dan sub populasi dalam masyarakat.
4)      Kecakapan bekerja secara efektif dengan agen-agen di masyarakat dalam perencanaan program secara kolaborasi.
3.      Sebagai Administrator
Berkenaan dengan pengembangan dan pemeliharaan organisasi ada 10 kecakapan yang harus dimiliki pendidik luar sekolah. Tetapi disini hanya 5 yang bias dikemukakan.
1)      Kecakapan untuk mendeskripsikan teori dan temuan penelitian tentang tingkah laku organisasi, manajemen dan pembaruan.
2)      Kecakapan merumuskan suatu filosofis tentang administrasi dan mengadaptasikannya dengan berbagai situasi organisasi.
3)      Kecakapan merumuskan kebijakan yang menggambarkan secara jelas tentang visi, misi dan komitmen organisasi.
4)      Kecakapan merencanakan secara efektif dengan atau orang laian, berbagai tanggung jawab dan mengambil keputusan dengan mereka dengan tepat.
5)      Kecakapan mengevaluasi keefektifitas organisasi dan mengarahkan proses pembaharuan secara terus menerus.
Dengan kompetensi yang begitu banyak tersebut, kita mendapat gambaran bahwa untuk menangani pendidikan luar sekolah, atau yang dikenal juga dengan pendidikan nonformal atau juga pendidikan orang dewasa, bukan hal yang mudah sebab memerlukan keahlian khusus dan kompetensi yang tinggi, persis yang dipersyaratkan sebagai pendidikan professional.
D.    Tinjauan Terhadap Profesi PLS
Dari sisi pengakuan masyarakat, profesi pendidikan luar sekolah masih sangat kurang bahkan mungkin sekali masih banyak yang belum mengenalnya. Kompetensi yang digambarkan sebelum ini belum menjadi pengetahuan masyarakat karena sepertinya masih belum terlihat jelas dalam praktik.
Demikian pula maslah apakah pekerjaan mendidik orang dewasa betul-betul tidak dapat dikerjakan oleh pihak lain, sepertinya masih banyak yang dikerjakanoleh pihak lain,bahkan mungkin siapa saja dapat mengklaim dirinya mampu mengerjakan pekerjaan tersebut.
Ada tidaknya pendidikan tinggi yang memproduksi tenaga PLS memang semakin mengecil jumlahnya disbanding dua dekade sebelum ini. Akan tetapi masalah ini akan menguat dengan sendirinya apabila kita berhasil membuktikan bahwa lulusan S1, S2 dan S3 PLS memang punya kinerja yang hebat serta jelas kontribusinyya kepada pendidikan masyarakatnya khususnya dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan terkait dengan pengembangan masyarakat lokal.

E.     Peran Mahasiswa dan Alumni
Tidak kalh pentingnya disini adalah peran organisasi mahasiswa karena sebebarnya tanpa mereka program studi ini tidak ada. Mahasiswa perlu memperkuat diri secara akademik melalui karya-karya ilmiah yang bermutu, melalui lomba karya tulis maupun melalui publikasi jurnal, atau media massa yang lain, dengan demikian, gaung PLS akan meluas kemasyarakat yang nantinya diharapkan pengakuan itu akan dating secara bertahap. Mahasiswa juga dapat menunjukan kemampuannya kepada mahasiswa lain dalam mengurus organisasi dan memprakarsai program-program kepada masyarakat.
Demikian pula dengan alumni, mereka sebenarnya merupakan bukti nyata bahwa produksi program studi yang ada di perguruan tinggi tidak sia-sia. Dengan banyak alumni PLS yang berhasil menduduki posisi dan ketokohan di bidang pendidikan atau pengembangan masyarakat, akan mengangkat citra PLS dan pada gilirannya akan memperkuat

No comments:

Post a Comment